Kiat Sederhana Redam Kecanduan Medsos
Hide Ads

Kiat Sederhana Redam Kecanduan Medsos

- detikInet
Selasa, 20 Jan 2015 15:16 WIB
Ilustrasi (gettyimages)
Jakarta -

Bermain Media sosial tentu sah-sah saja. Asal tak kebablasan sampai lupa waktu atau sampai melupakan kehidupan yang lebih penting di dunia nyata. Jika kondisi ini sudah kadung terjadi, apa yang harus dilakukan?

Menurut Ratih Zulhaqqi, seorang psikolog, cara penanganan bagi pecandu internet atau media sosial berbeda antara para remaja dan orang dewasa.

Bagi remaja, kata Ratih, lebih dibutuhkan peran orang tua sebagai pendamping si anak. Namun bukan berarti orang tua menggunakan cara tangan besi, langsung mengambil ponsel atau gadget anak secara paksa.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Yang lebih penting adalah, para orang tua harus memperkuat parental control. Ajak anak berdiskusi dan diberikan aktivitas lain bagi si anak," lanjut Ratih.

Dengan cara ini maka komunikasi yang terjalin antara orang tua dan si anak semakin lancar dan buah hati Anda punya mainan baru yang lebih real ketimbang hanya terpapar layar gadget untuk internetan dan bermain media sosial.

Sementara bagi mereka yang dewasa, Ratih menyarankan untuk memperkuat manajemen waktu. Maksudnya begini, pecandu media sosial yang sudah dewasa ini awalnya harus punya komitmen untuk berubah.

Cara sederhananya, buat aturan main penggunaan gadget bagi diri Anda sendiri. Misalnya, hanya boleh memainkan gadget atau bermedia sosial pada jam-jam tertentu, dan harus disiplin.

"Karena untuk orang dewasa berbeda dengan remaja. Mereka (orang dewasa-red.) sudah tak bisa lagi diberi tahu oleh orang tua. Makanya harus melakukan manajemen waktu sendiri," Ratih menambahkan.

Sebelumnya, kata Ratih, otak para remaja secara umum belum berkembang secara optimal. Sehingga ketika mendapat suatu hal -- misalnya berasal dari media sosial seperti texting atau posting apapun -- maka yang aktif hanya otak kiri.

"Di sini ada yang mempunyai efek residu. Jadi ketika setelah texting di media sosial dan aplikasinya sudah ditutup, maka di pikirannya mau buka lagi, buka lagi. Efek residunya tetap menempel. Lama-lama terjadi gangguan untuk membuka terus menerus, sehinggap dianggap kecanduan," jelas Ratih saat dihubungi detikINET, Selasa (20/1/2015).

Adapun orang dewasa, sejatinya sudah memiliki self control alias manajemen pengendalian diri yang lebih bagus. Jadi ketika ada gangguan yang menimbulkan kecanduan itu lebih kepada behaviour atau pengendalian dirinya yang salah.

(ash/fyk)