Serba-serbi Cyber Bullying
Hide Ads

Ngopi Goes to School

Serba-serbi Cyber Bullying

Anggoro Suryo - detikInet
Selasa, 28 Okt 2014 13:51 WIB
Jakarta -

Mungkin Anda seringkali mendengar kata 'cyber bullying' seiring perkembangan teknologi yang kian pesat. Namun jika dari kacamata psikolog, apa sih cyber bullying itu?

Nah, tema inilah yang diangkat dalam acara 'Ngopi Goes to School' Senin, (27/10/2014) di SMA 1 Jakarta, kemarin.

Bullying sering digambarkan sebagai tindak penindasan, intimidasi, dan sejenisnya. Kata bully mempunyai arti penggertak, atau orang yang mengganggu orang yang lemah.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Menurut Ratih Zulhaqqi, psikolog yang menjadi narasumber dalam acara Ngopi Goes to School, tindak bullying selalu melibatkan tiga unsur, yaitu ketidakseimbangan kekuatan, keinginan untuk menyakiti, dan pengulangan atau turun temurun.



Bullying ini pun banyak tipenya, antara lain bullying secara fisik, verbal, sosial, dan terakhir adalah cyber. Yang dimaksud dengan cyber bullying ini adalah tindak bullying yang melibatkan atau menggunakan segala sesuatu yang berhubungan dengan internet.



Contohnya adalah melakukan penghinaan terhadap seseorang melalui media sosial seperti Twitter, Path, Facebook, dan lainnya. Jadi cyber bullying di sini lebih kepada medianya.

Selain itu, kepo/stalking atau mengawasi mantan pacar melalui media sosial secara berlebihan juga berpotensi menjadi tindakan cyber bullying.

Memata-matai media sosial mantan pacar itu tergolong ke dalam tindak cyber bullying ketika kita kemudian mengomentari hal-hal yang didapat dari hasil stalking si mantan pacar itu.

"Ya seperti nyinyirin status Twitter atau Path mantan pacar. Itu kan termasuk ke dalam cyber bullying," ujar Ratih.

Ada banyak faktor yang bisa mendorong seseorang untuk melakukan bullying. Antara lain adalah faktor lingkungan, yang memaksa seseorang untuk menjadi pelaku bullying. Ada juga yang mem-bully karena dulu pernah menjadi korban bullying.

"Salah satu alasan seseorang bisa jadi pelaku bullying adalah karena dulu ia pernah menjadi korban bullying. Setelah cukup mengumpulkan kekuatan, ia akhirnya menjadi pelaku bully," Ratih menandaskan.

(ash/ash)