"Garuda di dadaku...
Garuda kebanggaanku..."
Penggalan lirik tersebut barangkali sangat akrab bagi suporter sepakbola Indonesia untuk membakar patriotisme. Bagaimana kalau lirik tersebut diganti menjadi Garuda di sakumu?
Bayangkan di jalanan kota Mumbai, ada turis asal Malaysia berjalan kaki menuju istana Taj Mahal. Sambil menerobos keramaian, ia mengeluarkan smartphone dari saku dan mulai mengutak atiknya. Dilihat lebih dekat, ponsel cerdas yang dipakainya itu ternyata bermerek Garuda, produk buatan perusahaan asli Indonesia.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Jadi skenario seperti di atas mungkin terjadi, skenario perusahaan ponsel Garuda asli Indonesia, berhasil mengglobal dan produk-produknya digemari oleh masyarakat di berbagai negara. Atau setidaknya menguasai pasar dalam negeri terlebih dahulu dan dapat dibanggakan warga. Salah satu kuncinya adalah dengan melakukan inovasi atau terobosan untuk memenangkan pasar.
Perusahaan ponsel merek lokal memang semakin agresif di pasar domestik dan beberapa kali mendengungkan impian untuk memasuki pasar luar negeri, sehingga ada potensi ke arah sana. Mereka beriklan rutin di media massa ternama, cetak ataupun elektronik, dengan bintang iklan para selebritis populer. Mereka berani menggelontorkan uang tak sedikit untuk mensponsori acara-acara bergengsi di stasiun televisi.
Upaya brand lokal membangun brand awareness mungkin pantas dipuji. Hasilnya pun sudah mulai terlihat. Di posisi atas produsen ponsel terbesar di Indonesia menurut penelitian biro riset International Data Corporation (IDC), terselip beberapa nama vendor lokal. Meski belum menempati posisi nomor satu, tapi sudah pasti para vendor global semakin mewaspadai pergerakan brand ponsel lokal yang kian naik peringkatnya.
Soal inovasi produk sebenarnya brand ponsel lokal terhitung berani. Banyak fitur lebih dulu ada di brand ponsel lokal ketimbang di produsen global. Sebut saja fitur televisi, dual SIM, triple SIM, dan sebagainya. Akan tetapi jika ingin bicara banyak di pasar mancanegara, tampaknya dibutuhkan inovasi lebih baik lagi karena fitur seperti di atas sudah begitu banyak diterapkan.
Inovasi atau Mati
Perkembangan inovasi di dunia ponsel sekarang ini cenderung berbeda dibandingkan beberapa waktu yang lalu. Dahulu, para vendor seolah berlomba menambahkan banyak fitur anyar di smartphone generasi baru, dengan kesan agar kelihatan keren semata tanpa manfaat nyata. Ujung-ujungnya, fitur tersebut tidak digunakan dalam pemakaian sehari-hari.
"Pembuat smartphone terbaik tahu hal apakah yang paling berarti bagi user, dan mereka fokus pada hal tersebut. Perusahaan yang berusaha terlalu keras melakukan diferensiasi di ponsel baru mereka dengan faktor wow, biasanya dalam jangka panjang malah akan merusak inovasi smartphone itu sendiri," demikian pendapat Steve Kovack dari Business Insider.
Kini, inovasi smartphone cenderung lebih fokus pada fitur yang akan benar-benar digunakan konsumen, bukan lagi pada gimmick yang akhirnya tidak terpakai. Tidak melulu juga soal fitur, terobosan dilakukan pula di sektor lain seperti metode penjualan.
Ambil contoh inovasi di bidang keamanan ponsel. Apple merilis Touch ID, sistem pemindai sidik jari yang mencegah ponsel diakses oleh orang yang tidak berkepentingan. Sistem Touch ID juga bisa dipakai sebagai verifikasi untuk membeli aplikasi dan sebagainya, sehingga memang terasa manfaatnya.
Samsung tak mau kalah, mereka misalnya fokus pada aplikasi kesehatan S Health dan pengukur detak jantung, yang mendukung aktivitas kesehatan pengguna. Lalu ada fitur Ultra Power Saving Mode di Galaxy S5 yang mampu memperpanjang umur baterai secara signifikan. Vendor lain seperti Sony membuat smartphone flagship tahan air, yang berguna jika pemakainya suka basah-basahan. Sedangkan Nokia melakukan terobosan di kemampuan kamera yang dibekali resolusi sangat tinggi.
Apapun perkembangannya, kekuatan inovasi menjadi modal sebuah brand yang awalnya berkecimpung di pasar domestik dan ingin merangsek ke pasar global. Nokia pada zaman dahulu juga banyak sekali melakukan inovasi sehingga sukses menggeser Motorola sebagai produsen ponsel terbesar di dunia. Contohnya saja mengeluarkan seri elit Nokia Communicator, ponsel yang pada masanya punya fungsi layaknya komputer.
Demikian juga Samsung, dahulu bukan siapa-siapa. Akan tetapi berkat inovasi gencar dan faktor lain, Samsung berhasil mengalahkan Nokia pada tahun 2012. Padahal, Nokia sudah berkuasa belasan tahun sebagai raja ponsel dunia. Sebagai inovasi, Samsung misalnya pernah merilis ponsel tertipis di dunia sampai ponsel dengan kamera putar.
βMasa depan Samsung terletak pada bisnis baru, produk baru dan teknologi baru,β demikian chairman Samsung Lee Kun Hee pernah berkata, yang menggambarkan betapa penting pengembangan inovasi bagi Samsung.
Dengan inovasi tepat, sebuah vendor yang semula tak dikenal memang bisa mendadak melesat tinggi. Contohnya adalah produsen asal China, Xiaomi. Tiga tahun lalu, siapa kenal nama Xiaomi? Tapi belakangan, mereka sukses menaklukkan pasar dalam negeri di China dan berekspansi ke berbagai negara termasuk Indonesia.
Xiaomi menjual ponsel spek tinggi, dengan komponen kelas atas, tapi harganya terjangkau. Di balik itu, ada inovasi yang dilakukan Xiaomi, yakni terobosan metode penjualan di mana semua produk dijual secara online. Kemudian, mereka tak beriklan di media, hanya mengandalkan promosi dari mulut ke mulut, wartawan atau media sosial. Mereka sukses membangun loyalitas konsumen dengan melibatkan mereka dalam pengembangan ponsel maupun kustomisasi sistem operasinya yang bernama MIUI.
"Kebanyakan fans punya ide soal ponsel yang sempurna. Tapi mereka tidak bisa membuatnya karena menciptakan ponsel adalah sesuatu yang berat. Jadi mereka memberi kami saran soal fitur apa yang mereka kira harus dimasukkan di model terbaru. Dan jika kami memasukkannya, mereka akan menceritakannya ke teman-teman mereka," kata CEO dan pendiri Xiaomi, Lei Jun.
Ponsel Xiaomi dijual online dalam jumlah terbatas. Ini menyebabkan konsumen berebut ingin membeli dan menyesaki situs penjualan Xiaomi. Ponsel Xiaomi pun cepat habis. Tidak hanya menimbulkan rasa penasaran, strategi yang disebut hunger marketing itu juga memangkas biaya distribusi karena ponsel dipasarkan sepenuhnya melalui internet. Ujung-ujungnya, harga ponsel Xiaomi bisa ditekan meski menggunakan komponen cukup berkualitas. Terlebih seperti sudah disebutkan, Xiaomi tidak mengeluarkan uang untuk beriklan.
Berbagai inovasi tersebut membuat nama Xiaomi melambung. Mereka mulai diwaspadai vendor ponsel besar yang lebih dulu mapan. Menurut penelitian lembaga riset Canalys, Xiaomi menjadi produsen smartphone terbesar di China pada kuartal II 2014, dengan penjualan mencapai 15 juta unit.
Contoh lain lagi barangkali adalah Oppo. Produsen ponsel yang juga asal China ini lumayan sukses mencitrakan diri sebagai smartphone papan atas dan inovatif di negara-negara yang menjadi sasaran penjualannya. Misalnya dengan inovasi kamera putar atau remote kontrol yang bisa digunakan mengendalikan ponsel dari jarak jauh. Dengan beragam inovasi itu dan desain yang terbilang premium, Oppo berani mematok harga tinggi di luar negeri, bahkan meskipun mereka belum lama masuk ke pasar.
Ada contoh juga di India. Produsen setempat Micromax, kini menguasai pasar domestik dan ingin berekspansi ke mancanegara. Riset dari Counterpoint Research menyebutkan Micromax baru saja menjadi produsen ponsel terbesar di India, dengan market share total 16,6% pada kuartal II 2014. Micromax bahkan sudah menyewa bintang Hollywood tenar, Hugh Jackman, agar brand-nya semakin dikenal di kancah global.
Karena sudah menyasar pasar global, tentu Micromax tidak ingin dianggap sebagai produsen yang biasa-biasa saja. Mereka mulai coba melakukan inovasi yang tidak dilakukan oleh vendor lain. Contohnya di bidang software, mereka melakukan berbagai kustomisasi menarik untuk meraih minat konsumen. Kemudian desain ponsel digarap lebih serius. Website resmi Micromax pun tampil berkelas layaknya vendor global.
"Di India, kami telah menantang semua pemain internasional. Jika kami bisa mendemonstrasikan itu di India, maka kami juga bisa melakukannya di negara lain," demikian tekad Rahul Sharma, pendiri Micromax.
Ponsel Lokal Berpotensi Mengglobal
Untuk menciptakan produsen ponsel kelas dunia memang tidak mudah, tapi mungkin terjadi seperti kasus Xiaomi atau Micromax. Keduanya relatif belum lama berkecimpung di industri ponsel, tapi sudah mampu merangsek ke posisi atas. Ketika mereka memasarkan produk ke luar negeri, nama India dan China pun sedikit banyak turut terangkat.
Brand ponsel lokal di Indonesia pun bisa mengikuti jejak mereka, berjaya di dalam dan luar negeri. Inovasi harus diperkuat, bisa di bidang hardware, software, desain produk, aplikasi, metode penjualan, metode promosi dan sebagainya. Tentu bukan inovasi asal-asalan, melainkan memang bisa menjadi strategi yang jitu dan bermanfaat bagi konsumen.
Di pihak lain, peran serta pemerintah sepertinya memang sangat diperlukan untuk menciptakan kondisi agar inovasi di dunia teknologi tumbuh cepat. Bisa dengan memberikan insentif tertentu, mengimbau masyarakat Indonesia agar memakai produk dalam negeri sampai mendorong riset untuk mengembangkan inovasi teknologi.
Perusahaan startup teknologi yang belakangan mulai banyak berdiri di Indonesia patut mendapat dukungan maksimal. Bisa jadi dari mereka, akan muncul inovasi di bidang aplikasi atau layanan smartphone yang berguna bagi masyarakat dunia. Kemudian jika inovasi itu diterapkan di ponsel lokal, mungkin saja akan menambah nilai jualnya.
Peran serta perguruan tinggi tak kalah penting. Di mancanegara, universitas terkadang melakukan penelitian soal teknologi ponsel. Seperti yang baru-baru ini dilakukan Universitas Stanford di Amerika Serikat. Mereka mengembangkan baterai lithium ion yang diklaim tiga kali lipat lebih tahan lama. Jika penelitian ini berhasil, tentu akan menjadi inovasi besar di industri ponsel.
Tentu impian terwujudnya vendor ponsel asal Indonesia kelas dunia, yang produk-produknya juga diminati masyarakat luar negeri, sangat tergantung pada para vendor tersebut. Dari mereka, harus ada niat kuat untuk memenangkan pasar luar negeri, tidak hanya domestik.
Mereka harus menguatkan riset dan pengembangan sehingga menghasilkan sesuatu yang inovatif dan pada akhirnya sukses memenangkan pasar. Mereka perlu menjalin sinergi lebih erat dengan berbagai pihak terkait, untuk mengembangkan inovasi. Produk yang diproduksi pun harus dipastikan memiliki kualitas tinggi.
Hal lain yang tidak boleh dilupakan adalah mengutamakan pembuatan produk atau komponen di dalam negeri, sehingga status sebagai vendor ponsel nasional semakin sahih. Sekarang mereka sepertinya sudah memulai hal-hal tersebut, tinggal memaksimalkan agar bisa segera terbang lebih tinggi dan menjadi kebanggaan bangsa. Sehingga nantinya, anak cucu kita ataupun anak cucu warga bangsa lain, merasa bangga punya ponsel Garuda di sakunya.
*) Penulis, Fino Yurio Kristo merupakan wartawan detikINET. Tulisan ini merupakan opini pribadi dan tidak mencerminkan sikap institusi.
(fyk/ash)